Jakarta, 30 Desember 2024 – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa temuan polisi terkait kasus uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar melibatkan sertifikat palsu Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 700 triliun dan deposito BI senilai Rp 45 triliun. BI menekankan bahwa sertifikat tersebut bukanlah uang palsu seperti yang banyak dipahami masyarakat.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim, menjelaskan bahwa total temuan yang mencapai Rp 745 triliun terdiri dari sertifikat palsu dan bukan uang palsu. Pernyataan ini dikeluarkan untuk meluruskan kesalahpahaman yang beredar di publik, di mana banyak yang mengira bahwa semua temuan tersebut adalah uang palsu.
Menurut keterangan dari kepolisian, jumlah uang palsu yang ditemukan dalam kasus ini mencapai Rp 446 juta, terdiri dari 4.906 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang telah dicetak dan 972 lembar yang belum terpotong. Marlison menjelaskan bahwa pencetakan uang palsu di wilayah Gowa baru dilakukan sejak Mei 2024, meskipun rencana awal telah ada sejak tahun 2010. Ia juga menambahkan bahwa pencetakan uang palsu di UIN Makassar tidak terjadi sejak 2010.
Dalam penjelasannya, Marlison menyatakan bahwa mesin yang disita adalah mesin cetak biasa dan offset kertas biasa, bukan mesin yang digunakan untuk mencetak uang. Ia menegaskan bahwa mesin yang baru dibeli dan dipamerkan di berbagai media belum pernah dipakai untuk mencetak uang palsu, sementara uang palsu yang ada dihasilkan menggunakan mesin sablon lama.
Kualitas uang palsu yang dihasilkan, menurut Marlison, sangat rendah dan dapat dengan mudah dikenali secara kasat mata dengan menggunakan metode 3D: Dilihat, Diraba, dan Diterawang.
Meskipun demikian, BI tetap menghimbau masyarakat untuk waspada. Jika masyarakat menemukan uang yang dicurigai palsu dalam transaksi, mereka diminta untuk segera membawa uang tersebut disertai fisiknya ke bank, kepolisian, atau menghubungi kantor BI terdekat untuk mendapatkan klarifikasi.
Dengan adanya penegasan ini, BI berharap masyarakat dapat lebih memahami situasi dan tidak terjebak dalam kesalahpahaman mengenai kasus uang palsu yang sedang ditangani. Kejelasan informasi ini diharapkan dapat membantu menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan di Indonesia.
Sumber :www.MediacnbcIndonesia.com