Oleh : Nuzri Isla
Kaderisasi merupakan jantung dari keberlangsungan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Melalui proses inilah lahir kader-kader yang diharapkan memiliki kecakapan intelektual, spiritual, dan sosial untuk menjadi insan cita sesuai dengan tujuan HMI. Namun, realitas kaderisasi saat ini menunjukkan adanya gejala pendangkalan intelektual di kalangan kader. Proses kaderisasi yang semestinya menjadi ruang pembentukan nalar kritis dan kepekaan sosial kini sering kali terjebak dalam rutinitas administratif dan seremonial semata.
Basic Training (Latihan Kader 1), yang menjadi pintu masuk utama bagi calon kader, seharusnya berperan sebagai wadah penanaman nilai, ideologi, dan kemampuan berpikir rasional yang mendalam. Sayangnya, pelaksanaan training di banyak cabang kini lebih berorientasi pada formalitas kegiatan, bukan pada substansi pengayaan intelektual. Materi yang seharusnya menumbuhkan semangat berpikir kritis dan kesadaran keislaman sering kali disampaikan secara tekstual tanpa pendalaman kontekstual yang menyentuh realitas kekinian.
Kaderisasi HMI perlu di-upgrade agar mampu menjawab tantangan zaman. Pola training harus diarahkan pada penguatan tradisi intelektual, pembiasaan membaca, menulis, dan berdiskusi yang intens. Narasumber dan instruktur juga perlu dipersiapkan secara matang agar tidak hanya menyampaikan materi, tetapi mentransfer semangat intelektualitas yang berorientasi pada perubahan sosial.
Kader HMI harus kembali menjadi pembelajar sejati yang berpikir progresif, tidak sekadar hafal konsep tetapi mampu mengkontekstualisasikannya dalam kehidupan masyarakat. Pembaruan pola kaderisasi bukan sekadar kebutuhan, tetapi keharusan agar HMI tetap relevan sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan yang melahirkan generasi pemimpin berilmu, beriman, dan berintegritas.
