Makassar, Kamis 5 Juni 2025 – Randi.M, Ketua Umum HMI Komisariat STIKES Nani Hasanuddin Cabang Makassar Timur dan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Makassar Timur, menyoroti kerusakan ekosistem di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang diduga diakibatkan oleh aktivitas pertambangan nikel. Keindahan dan kelestarian alam Raja Ampat, serta kehidupan masyarakat lokal, terancam oleh isu ini yang tengah menjadi perdebatan sengit.
Perusahaan tambang nikel, termasuk PT. Aneka Tambang (Antam) dan PT. Vale Indonesia, telah mendapatkan izin beroperasi di wilayah tersebut. Namun, Randi.M mempertanyakan apakah izin tersebut telah mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat lokal. Ia menduga adanya pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Dari sudut pandang etika lingkungan, aktivitas pertambangan ini dinilai melanggar prinsip kehati-hatian dan keadilan lingkungan. Pemerintah dan perusahaan tambang, menurut Randi.M, tampaknya lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi daripada hak-hak masyarakat adat dan kelestarian lingkungan. Situasi ini digambarkan sebagai “permainan yang sudah ditentukan hasilnya,” di mana masyarakat lokal hanya menjadi penonton pasif sementara pemerintah dan perusahaan menjadi pemain utama.
Randi.M menyerukan investigasi menyeluruh terhadap dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat. Ia juga mendesak pemerintah untuk menegakkan hukum dan memastikan perlindungan lingkungan serta hak-hak masyarakat adat di wilayah tersebut. Keberlangsungan ekosistem Raja Ampat, yang kaya akan keanekaragaman hayati, harus menjadi prioritas utama. Perlu adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam agar pembangunan berkelanjutan dapat terwujud tanpa mengorbankan lingkungan dan masyarakat.