MAKASSAR, Masyarakat Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menolak Lokasi PLTSa (Geram PLTSa) mengecam keras langkah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) yang menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Sarana Utama Sinergi (SUS).
Kerjasama tersebut dianggap sebagai bentuk keterlibatan institusi pendidikan dalam praktik yang berpotensi merampas hak-hak masyarakat dan mengabaikan prinsip keadilan lingkungan.
“Universitas seharusnya berdiri di garda terdepan membela kepentingan rakyat dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup, bukan justru melegitimasi proyek yang mengancam ruang hidup kami,” tegas Akbar, Koordinator Aliansi Geram PLTSa.
Warga menilai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) melalui skema PSEL yang digagas bersama PT SUS bukanlah solusi atas krisis energi dan sampah di Makassar, melainkan justru akan menimbulkan masalah baru.
PLTSa terbukti menimbulkan risiko serius berupa pencemaran udara, polusi iklim, ancaman kesehatan, dan degradasi lingkungan. Selain itu, proyek ini juga membuka ruang bagi perampasan ruang hidup masyarakat di sekitar lokasi rencana pembangunan.
Masyarakat Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia mendesak:
- Universitas Hasanuddin menghentikan segala bentuk kerjasama dengan PT SUS, karena bertentangan dengan nilai akademik, etika, dan tanggung jawab sosial universitas.
- Pemerintah Kota Makassar membatalkan rencana pembangunan PLTSa di wilayah Tamalanrea.
- Semua pihak menghormati hak-hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“PLTSa bukanlah energi terbarukan yang ramah lingkungan. Kami menolak PLTSa! Kami menolak PT SUS hadir di kampung kami!” tutup Akbar.
GERAM PLTSa menegaskan akan terus melakukan perlawanan bersama jaringan masyarakat sipil, akademisi kritis, dan organisasi lingkungan hingga rencana proyek ini benar-benar dihentikan di tempat yang tidak seharusnya.