Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Opini

Trilogi Keilmuan: Tuhan, Manusia, dan Alam dalam Kesatuan Ilmu dan Kehidupan

38
×

Trilogi Keilmuan: Tuhan, Manusia, dan Alam dalam Kesatuan Ilmu dan Kehidupan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Jumadi, S.Pd.I., M.Pd.I.

“Ilmu sejati adalah cahaya yang menuntun manusia untuk mengenal Tuhan, memahami dirinya, dan menjaga alam semesta.”
Tuhan: Sumber Segala Ilmu dan Keteraturan Alam

Example 500x700

Dalam pandangan Islam, Allah SWT adalah sumber segala pengetahuan dan pusat dari seluruh sistem kehidupan, semua realitas baik yang tampak maupun yang tersembunyi, bersumber dari-Nya. Ilmu tidak lahir dari ruang hampa melainkan ia merupakan bagian dari nur ilahi yang diberikan kepada manusia agar mampu mengenal dan menata kehidupan dengan hikmah.

Tuhan dalam konteks trilogi keilmuan bukan hanya objek keimanan, tetapi juga subjek kebenaran tertinggi, salah satu nama yang sempurna yang melekat dalam diri-Nya Al-‘Alim, Yang Maha Mengetahui artinya pengetahuan-Nya meliputi seluruh semesta.

Setiap fenomena alam adalah ayat kauniyah yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang menunggu untuk dibaca dan direnungi. Sebagaimana firman-Nya:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
Terjemahan
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa (Al-Qur’an) itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fussilat: 53)

Sains modern memang mampu menjelaskan bagaimana alam bekerja, tetapi teologi menjawab mengapa alam itu ada. Dalam pandangan Islam ilmu bukan sekadar upaya memahami realitas, tetapi jalan menuju kesadaran ketuhanan. Dengan demikian setiap pencarian ilmu sejati harus berujung pada pengakuan akan kebesaran Sang Pencipta.Tuhan menjadi titik awal sekaligus titik akhir dari seluruh perjalanan intelektual manusia.

Mengenal Tuhan berarti memahami bahwa segala ilmu, teknologi dan peradaban hanyalah amanah, bukan kepemilikan mutlak manusia. Dari sini lahirnya etika ilmiah yang berakar pada nilai tauhid yaitu kesadaran bahwa seluruh pengetahuan harus mengarah pada kemaslahatan dan keberkahan.

Manusia: Jembatan antara Langit dan Bumi

Manusia menempati posisi unik dalam tatanan kosmik: ia bukan malaikat yang sepenuhnya suci dan bukan pula makhluk bumi yang sekadar hidup secara biologis. Dalam trilogi keilmuan, manusia berperan sebagai penghubung antara Tuhan dan alam penerima amanah dan pengelola kehidupan. Allah SWT menegaskan:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30)

Sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah (wakil Allah di bumi), manusia diberi dua potensi besar: akal untuk memahami hukum alam dan hati untuk menjaga nilai-nilai moral dan spiritual. Dari sinilah manusia menjadi makhluk ilmiah sekaligus makhluk etis.

Namun dalam realitas modern, peran ganda ini sering terpecah, Ilmu berkembang pesat, tetapi nilai moral sering tertinggal, Kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan kesadaran ilahiah telah membuat manusia kehilangan arah yaitu menjadikan bumi sekadar objek eksploitasi, bukan amanah.

Trilogi keilmuan mengingatkan bahwa ilmu yang benar harus melahirkan pengabdian dan tanggung jawab. Manusia bukan penguasa atas alam, tetapi penjaga keseimbangan (mizan) di antara ciptaan. Dalam perspektif pendidikan, kesadaran ini harus ditanamkan sejak dini, belajar tidak hanya untuk menguasai ilmu, tetapi untuk mengabdi kepada kebenaran, mencintai kehidupan dan menjaga ciptaan Tuhan.

Sebagaimana dikatakan oleh al-Ghazali, “Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.” Kalimat ini menegaskan bahwa puncak keilmuan manusia terletak pada kesadarannya untuk menggunakan ilmu demi kemaslahatan seluruh makhluk.

Alam: Kitab Terbuka dan Cermin Kebesaran Tuhan

Alam semesta adalah kitab terbuka (al-kitab al-kauniyah) yang bertasbih memuji Sang Pencipta. Segala yang ada di langit dan bumi bergerak dalam harmoni sesuai hukum Ilahi.
Setiap angin yang berhembus, setiap tetes air yang jatuh, adalah ayat yang menuntun manusia kepada keindahan dan keteraturan Tuhan.
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا
Terjemahan
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Isra: 44)

Namun sayangnya, banyak manusia yang gagal membaca ayat-ayat alam, Ilmu pengetahuan modern seringkali berhenti pada pengukuran dan prediksi, tanpa menyentuh makna spiritual di balik keteraturan kosmos. Padahal dalam pandangan Islam, memahami alam berarti membaca tanda-tanda Tuhan dalam wujud nyata.

Trilogi keilmuan mengajarkan bahwa alam bukan sekadar objek riset, tetapi mitra spiritual manusia, Ketika manusia menjaga alam, sejatinya ia sedang menegakkan tauhid dalam dimensi ekologis, sebaliknya ketika manusia merusak alam, ia sedang menentang kehendak Pencipta.

Melalui kesadaran ini, muncul cabang ilmu baru seperti ekoteologi Islam yang memandang pelestarian lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan bentuk pengabdian kepada Tuhan.

Pendidikan masa kini perlu mengintegrasikan pemahaman ilmiah tentang alam dengan kesadaran spiritual, agar generasi mendatang tumbuh menjadi insan yang cerdas ekologis, beriman dan beretika.

Ketika hubungan ketiganya terjaga, maka ilmu melahirkan peradaban yang adil, seimbang, dan berakhlak, namun ketika hubungan ini terputus, ilmu berubah menjadi kekuasaan yang merusak. Trilogi keilmuan mengajak kita untuk kembali kepada fitrah pengetahuan yaitu belajar bukan sekadar untuk tahu, tetapi untuk mengenal Tuhan, menebar manfaat dan menjaga harmoni alam semesta.

Irfan Suba Raya

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *