JAKARTA,- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Tamsil Linrung, mengapresiasi peluncuran Sekolah Lontara, sebuah gerakan literasi kultural yang digagas oleh Ikatan Kekeluargaan Pelajar Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan (IKAMI Sulsel). Dalam keterangannya pada acara pembukaan yang digelar di kawasan Menteng, Jakarta, Tamsil menilai inisiatif tersebut sebagai oase kesadaran kultural di tengah tsunami budaya baru yang berpotensi menggerus kekayaan kultural Indonesia.
“Arus informasi dan globalisasi sangat rentan mencerabut akar nilai dan jati diri bangsa, karena itu kita perlu mendukung inisiatif-inisiatif yang berupaya melestarikan warisan kekayaan budaya Indonesia,” imbuh Tamsil, Minggu (8/6).
Menurutnya, ketika dunia tersedot oleh kekuatan konvergensi yang mereduksi identitas sebuah bangsa dan generasi, Sekolah Lontara hadir sebagai gerakan arus balik yang menyatukan kembali generasi dengan bahasa ibu, nilai luhur, dan warisan peradaban yang luhur.
“Presiden Prabowo Subianto punya concern pemikiran khusus pada pelestarian dan pengembangan warisan kebudayaan Indonesia. Karena itu beliau memisahkan Kementerian Kebudayaan yang sebelumnya digabung dengan pendidikan, kebudayaan adalah pusaka kita sebagai bangsa besar. Kekayaan tersebut tersebar di berbagai daerah, DPD juga memberikan perhatian khusus pada agenda ini,” lanjutnya.
Tamsil menekankan bahwa upaya menjaga warisan nilai-nilai bangsa yang bersifat bendawi (tangible) atau non benda (intangible), merupakan strategi organik memperkuat ketahanan bangsa. “Sebuah bangsa tidak akan besar tanpa menyatu dengan akar kulturalnya. Dan anak muda adalah ujung tombak dari kebangkitan itu,” tegasnya.
Ia pun mengapresiasi semangat gotong royong dan jejaring lintas kota yang membentuk Sekolah Lontara, seraya menyebut bahwa ini adalah bukti bahwa gerakan kultural bisa tumbuh kuat dari bawah, dari rakyat, dari komunitas, selama ia dilandasi cinta dan tanggung jawab terhadap warisan leluhur.
Tamsil juga menegaskan bahwa nilai-nilai lokal bukanlah antitesis dari modernitas. “Justru dari lokalitas yang kuat, kita bisa membangun kosmopolitanisme yang bermartabat. Sekolah Lontara adalah contoh bagaimana tradisi dan teknologi bisa saling memperkuat.”
Sebagai wakil daerah Sulawesi Selatan, Tamsil menyatakan komitmennya untuk terus mendorong kebijakan yang mendukung pelestarian budaya, termasuk melalui forum-forum kenegaraan seperti DPD RI. Ia berharap Sekolah Lontara menjadi model bagi daerah lain dalam membangun pendidikan budaya yang membumi dan membangkitkan.
Sekolah Lontara adalah ruang pembelajaran terbuka yang memadukan metode daring dan luring, menawarkan materi seputar aksara Lontara, struktur bahasa Bugis-Makassar, sejarah peradaban Sulawesi Selatan, serta nilai-nilai filosofis dari pepatah dan adat istiadat. Program ini tidak hanya menyasar pelajar dan mahasiswa, tetapi juga menjangkau diaspora Sulawesi Selatan di luar negeri.