Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaBerita UtamaHukum

Polda Sulsel Pulangkan 37 Warga dalam Kasus Dugaan Sobis, Hasri Jack : Antara Keresahan publik dan profesionalisme Polda sulsel

39
×

Polda Sulsel Pulangkan 37 Warga dalam Kasus Dugaan Sobis, Hasri Jack : Antara Keresahan publik dan profesionalisme Polda sulsel

Sebarkan artikel ini

Makassar – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan memulangkan 37 dari 40 warga yang sebelumnya diamankan terkait dugaan keterlibatan dalam jaringan kejahatan siber ‘Sobis”. Langkah ini diambil setelah hasil pemeriksaan awal dianggap tidak menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.

Meskipun sebagian besar warga dipulangkan, Polda Sulsel menegaskan bahwa penyelidikan kasus ini masih berlanjut. Tiga orang yang dinilai memiliki keterkaitan lebih kuat dengan dugaan aktivitas ilegal hingga kini masih menjalani pemeriksaan intensif.

Example 500x700

Praktisi hukum Hasri Jack, S.H., M.H., menilai keputusan tersebut sejalan dengan prinsip due process of law yang menjadi jantung sistem peradilan pidana di Indonesia.

“KUHAP telah mengatur bahwa setiap tindakan penegakan hukum harus berlandaskan bukti permulaan yang cukup, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP tentang definisi tersangka, serta Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti sah,” jelas Hasri di Makassar, Minggu (27/4/2025).

Menurutnya, asas due process of law juga tercermin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Hasri menegaskan bahwa pemulangan 37 warga tidak menutup kasus. Proses hukum tetap terbuka dan dapat berkembang seiring diperolehnya laporan dari korban maupun bukti tambahan.

“Dalam perkara kejahatan siber, laporan korban sangat vital untuk memperkuat konstruksi hukum. Selain itu, pembuktian harus didukung forensik digital yang akurat, bukan sekadar asumsi atau dugaan,” ujarnya.

Hasri mengingatkan bahwa tindak pidana siber memiliki karakteristik khusus, sehingga penyidikan membutuhkan keahlian teknis dalam analisis data elektronik dan jejak digital.

Sebelumnya, kasus ini bermula dari operasi intelijen Kodam XIV/Hasanuddin yang mendeteksi aktivitas daring mencurigakan di Kabupaten Sidrap. Berdasarkan pengumpulan informasi, 40 warga diamankan dan diserahkan kepada Polda Sulsel untuk pemeriksaan lanjutan.

Hasri menilai tingginya ekspektasi publik terhadap kasus ini harus direspon dengan ketelitian, bukan dengan langkah serampangan.

“Penegak hukum harus tetap berpegang pada asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yakni tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa peraturan hukum pidana yang mengaturnya,” katanya.

Ia juga menambahkan, standar profesionalisme penyidik tercermin dalam ketentuan Pasal 7 dan Pasal 16 KUHAP, yang mengatur tugas penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, bukan sekadar menetapkan seseorang bersalah.

“Proses penyidikan harus objektif, imparsial, dan berbasis pada alat bukti yang sah. Ini kunci menjaga kredibilitas aparat di mata publik,” tegasnya.

Saat ini, Polda Sulsel masih melanjutkan penyelidikan terhadap tiga warga, sembari membuka ruang bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk melapor guna melengkapi alat bukti.

Hasri mengajak masyarakat untuk menghormati proses hukum yang berjalan.

Tentu kita berharap kejagatan siber atau sobis ini bisa ditumpas, namun tetap kita menjunjung tinggi hukum berlaku.

“Penegakan hukum harus didasarkan pada bukti dan prosedur yang sah, bukan opini atau tekanan sosial. Hanya dengan cara itu keadilan substantif bisa ditegakkan,” pungkasnya.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *