Makassar — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan menegaskan bahwa vaksin dan program imunisasi merupakan ikhtiar yang sejalan dengan prinsip syariat Islam. Penegasan ini disampaikan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Sulsel, Dr. KH. Syamsul Bahri Abd. Hamid, Lc., MA, dalam Workshop Penguatan Program Imunisasi yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar bersama UNICEF Indonesia di Hotel Golden Tulip Makassar, Sabtu (29/11/2025).
Dalam pemaparannya, KH Syamsul Bahri menekankan bahwa Islam mendorong umatnya untuk berobat. Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa setiap penyakit memiliki obat, sehingga manusia wajib berikhtiar mencari kesembuhan. Karena itu, langkah pencegahan melalui vaksin dan imunisasi berada dalam koridor syariat.
“Vaksin memang bukan perintah langsung dari Al-Qur’an atau hadis, tetapi ia merupakan ikhtiar medis yang sangat penting untuk mencegah penyakit berbahaya. Dalam kondisi penyebaran penyakit, keberadaan vaksin menjadi sesuatu yang urgen,” jelasnya.
Landasan Syariat dan Pandangan Ulama
KH Syamsul Bahri menyampaikan beberapa prinsip fikih kesehatan yang menjadi dasar kebolehan vaksinasi, di antaranya:
- Pengobatan merupakan anjuran syariat dan termasuk bentuk ikhtiar.
- Kesehatan adalah kebutuhan mendesak dan sangat dijaga dalam Islam.
- Vaksin dapat digunakan sebagai sarana pencegahan bila diperlukan.
- Setiap muslim diperintahkan menjaga kesehatan semaksimal mungkin.
- Imunisasi dan tindakan medis lainnya sejalan dengan prinsip syariat.
Ia juga menjelaskan istilah liqah (vaksin) dalam literatur Arab yang menggambarkan proses penggabungan unsur tertentu untuk melindungi tubuh, sejalan dengan cara kerja vaksin modern.
Dalam pandangan ulama fikih, hukum berobat memiliki ragam pendapat:
Wajib menurut sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah.Sunnah menurut sebagian ulama.Makruh menurut sebagian Hanafiyah.
Ada pula ulama yang menganggap lebih utama tidak berobat jika dikhawatirkan melemahkan prinsip tawakal, terutama bila obat mengandung unsur haram.
Kategori dan Ketentuan Hukum Vaksin
Terkait hukum vaksin, KH Syamsul Bahri menjelaskan bahwa syariat membolehkan penggunaannya berdasarkan sejumlah kaidah, seperti:
Prinsip pencegahan lebih baik daripada pengobatan, sebagaimana isyarat dalam Surah Al-Baqarah ayat 195.
Kaidah la dharar wa la dhirâr (tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain).
Vaksin boleh digunakan bila dibutuhkan atau dalam kondisi darurat.
Vaksin dengan bahan haram menjadi haram, kecuali jika terjadi transformasi zat (istihalah) sehingga menjadi suci.
Islam Agama Fleksibel
Ia menegaskan bahwa Islam merupakan agama yang memberi ruang bagi kondisi darurat, kebutuhan mendesak, dan kemaslahatan. Karena itu, imunisasi dipandang sebagai bagian dari upaya menjaga diri dan masyarakat.
“Dengan niat yang baik, menjaga kebersihan, imunisasi, isolasi, dan sterilisasi, umat Islam menjaga kesehatannya sesuai tuntunan syariat,” ujarnya.
Workshop ini diikuti jurnalis dari berbagai media di Makassar sebagai bagian dari kampanye publik untuk meningkatkan cakupan imunisasi demi perlindungan kesehatan masyarakat.
Irfan Suba Raya
















