Makassar, Sulawesi Selatan – Kerjasama PT Sulsel Citra Indonesia (SCI) Perseroda dengan PT Ifishdeco dalam pengelolaan tambang di Blok Lingke Utara dan Bulu Bakang, Luwu Timur, menuai kontroversi. Yasir Machmud, mantan Direktur Utama PT SCI dan Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan, mempertanyakan kebijakan ini dan mendesak dilakukan peninjauan ulang.
Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian pendirian perusahaan patungan (joint venture) pada akhir tahun 2024, di mana PT SCI memegang saham mayoritas (51%) dan PT Ifishdeco (49%). Blok tambang Lingke Utara seluas 943 hektar diyakini memiliki potensi ekonomi yang besar.
Namun, Yasir Machmud menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, kerjasama ini bertentangan dengan visi awal pendirian PT SCI yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam mengelola sumber daya alam. “Tujuan utama kami merintis ketiga blok tambang ini adalah untuk mengangkat citra Sulawesi Selatan dan membangkitkan ekonomi pengusaha lokal,” tegas Yasir.
Ia menambahkan bahwa sejak awal, pihaknya telah menekankan pentingnya melibatkan putra-putri daerah sebagai mitra utama. “Kami sudah berkomitmen dengan pengusaha lokal, namun dirubah oleh Dirut setelah periode kami,” ujarnya.
Yasir Machmud menilai, kerjasama dengan perusahaan luar tanpa mempertimbangkan kearifan lokal sangat merugikan masyarakat Sulawesi Selatan. Ia menekankan bahwa daerah ini memiliki sumber daya manusia dan pengusaha yang kompeten untuk mengelola proyek strategis tersebut. “Sebagai pemenang lelang melalui Kementerian ESDM, PT SCI seharusnya mampu mengelola tambang secara mandiri, atau jika perlu kerjasama, prioritaskan perusahaan lokal yang memiliki kompetensi nasional,” tambahnya.
Ia berharap keputusan ini ditinjau kembali dengan mempertimbangkan aspek keberpihakan kepada daerah dan rakyat Sulawesi Selatan. “PT SCI adalah aset daerah, seharusnya menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Sulsel. Kita mampu mengelola kekayaan alam kita sendiri,” tegasnya.
Senada dengan Yasir Machmud, Zulqadri, mantan pengurus HIPMI Sulsel dan mantan Ketua KNPI Makassar, juga menyuarakan keprihatinan. Ia menilai kebijakan ini akan menggerus potensi daerah untuk berkembang mandiri, dan masyarakat Sulawesi Selatan hanya akan menjadi penonton di tanah sendiri.
Desakan untuk evaluasi mendalam terkait pengelolaan aset daerah pun mengemuka. Sumber daya alam Sulawesi Selatan harus dikelola dengan prinsip kedaulatan ekonomi daerah agar manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.