Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaDaerah

Ketua dan Sekretaris BPD Bantah Tuduhan Korupsi Kepala Desa Bonea, Sidang di PN Makassar Diwarnai Perdebatan Sengit

4
×

Ketua dan Sekretaris BPD Bantah Tuduhan Korupsi Kepala Desa Bonea, Sidang di PN Makassar Diwarnai Perdebatan Sengit

Sebarkan artikel ini

Makassar, 17 Juni 2025 – Persidangan kasus dugaan korupsi dana desa yang menjerat Kepala Desa Bonea, Alwan Sihadji, SH, di Pengadilan Negeri (PN) Makassar hari ini, Selasa, 17 Juni 2025, diwarnai perdebatan sengit antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim kuasa hukum terdakwa. Dua saksi kunci dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bonea, Muhammad (Ketua BPD) dan Rahmatiah (Sekretaris BPD), memberikan kesaksian yang kontradiktif dengan dakwaan JPU.

Kedua saksi dari BPD Desa Bonea secara tegas membantah adanya praktik korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Alwan Sihadji selama tahun anggaran 2022 dan 2023. Muhammad dalam kesaksiannya menyatakan bahwa seluruh penggunaan dana desa telah melalui proses perencanaan yang transparan dan akuntabel, sesuai dengan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Example 500x700

“Semua kegiatan dan belanja desa disepakati bersama masyarakat melalui musyawarah desa. Tidak pernah ada penyalahgunaan. Kepala desa tidak punya rumah pribadi, tanah, atau mobil. Yang dia pakai hanya motor dinas desa,” tegas Muhammad di hadapan majelis hakim.

Rahmatiah, Sekretaris BPD, menguatkan kesaksian Ketua BPD. Ia menyatakan bahwa selama pengawasan yang dilakukan BPD, tidak pernah ditemukan pelanggaran berat yang berkaitan dengan dana desa. Lebih lanjut, Rahmatiah mengungkapkan keheranannya terhadap angka kerugian negara sebesar Rp357 juta yang dituduhkan kepada Kepala Desa.

“Kami dari BPD tidak pernah bertemu atau mengetahui kehadiran auditor dari Kantor Akuntan Publik Yaniswar dan Rekan di Desa Bonea. Bahkan angka kerugian negara Rp357 juta yang dituduhkan kepada kepala desa, kami baru tahu dari pemberitaan media, bukan dari laporan resmi,” ungkap Rahmatiah.

Kedua saksi BPD menekankan bahwa jika memang ada kesalahan administrasi, seharusnya diselesaikan secara internal dan administratif sesuai dengan mekanisme pembinaan yang tertuang dalam program Jaksa Jaga Desa.

Di sisi lain, tim kuasa hukum Alwan Sihadji, Ratna Kahali, SH dan Muhammad Sirul Haq, SH, C.NSP, C.CL, menganggap dakwaan JPU cacat formil dan tidak berdasar. Mereka mempertanyakan keabsahan audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Yaniswar dan Rekan, yang menurut mereka tidak memiliki wewenang untuk melakukan audit keuangan negara.

“Audit keuangan negara hanya bisa dilakukan oleh BPK, BPKP, atau Inspektorat. Auditor swasta seperti Yaniswar & Rekan tidak memiliki kewenangan menghitung kerugian negara, dan hasilnya tidak bisa dijadikan dasar penetapan tersangka,” tegas Ratna Kahali.

Sirul Haq menambahkan, “Persidangan ini menjadi bukti bahwa bahkan saksi kunci dari desa tidak pernah tahu-menahu soal angka kerugian. Ini jelas rekayasa hukum, dan bertentangan dengan prinsip due process of law.” Mereka juga mengingatkan putusan praperadilan sebelumnya yang menyatakan bahwa uang yang disebut kerugian negara sebesar Rp357 juta harus dikembalikan kepada terdakwa karena tidak ada dua alat bukti sah yang mendukung dugaan tersebut.

Persidangan akan dilanjutkan pada hari berikutnya dengan agenda pemeriksaan saksi dan bukti tambahan. Kasus ini terus menjadi sorotan publik dan menimbulkan perdebatan mengenai transparansi pengelolaan dana desa serta kewenangan lembaga audit dalam kasus korupsi.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *