Jakarta – Dalam menghadapi meningkatnya tantangan terkait peredaran kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya, Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia, mengungkapkan komitmennya untuk menindak tegas semua pelanggar hukum. Dalam pernyataannya, Taruna menegaskan, “Kami tidak akan tebang pilih. Siapapun yang melanggar akan ditindak secara hukum.”
Dalam laporan yang disampaikan, Taruna mengungkapkan bahwa antara Oktober hingga Desember 2024, BPOM mencatat bahwa sekitar 40% dari daerah yang berisiko tinggi terhadap kejahatan obat dan makanan berkaitan dengan produk kosmetik. Selain itu, BPOM juga menerima pengaduan dari masyarakat yang menunjukkan bahwa 42,99% dari total pengaduan tersebut berhubungan dengan produk kosmetik ilegal. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk pengawasan yang lebih ketat.
“Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menciptakan keadilan dalam berusaha, BPOM melakukan pengawasan yang ketat terhadap keamanan, manfaat, dan mutu obat dan makanan, termasuk kosmetik,” imbuh Taruna.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, BPOM, bersama dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT), telah melaksanakan intensifikasi pengawasan dan penindakan terhadap kegiatan produksi dan peredaran kosmetik ilegal serta yang mengandung bahan berbahaya selama bulan Oktober dan November 2024. Hasil intensifikasi ini menunjukkan adanya pelanggaran dan dugaan kejahatan yang signifikan di empat provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Dari hasil pengawasan, ditemukan sebanyak 235 item atau 205.400 pieces produk kosmetik ilegal dan/atau yang mengandung bahan berbahaya. Total nilai ekonomi dari temuan tersebut mencapai Rp 8.910.348.000,- (delapan miliar sembilan ratus sepuluh juta tiga ratus empat puluh delapan ribu rupiah). Rincian nilai ekonomi temuan berdasarkan wilayah menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi wilayah dengan temuan terbesar, yaitu lebih dari Rp 4,59 miliar, diikuti oleh Jawa Timur dengan Rp 1,88 miliar, Jawa Tengah Rp 1,43 miliar, dan Banten Rp 1,01 miliar.
Dari segi jenis pelanggaran, kosmetik yang mengandung bahan berbahaya mencapai nilai lebih dari Rp 4,59 miliar, sementara produk kosmetik ilegal memiliki nilai sekitar Rp 4,31 miliar.
Dengan langkah-langkah tegas ini, BPOM berkomitmen untuk menjaga kesehatan masyarakat serta memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran aman dan berkualitas. Taruna Ikrar menekankan pentingnya kerjasama antara masyarakat dan BPOM dalam upaya mengurangi peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya. “Kami mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan jika menemukan produk yang mencurigakan, demi kesehatan dan keselamatan bersama,” tutupnya.