Oleh: Dr.KH.Muhammad Ishaq Samad, MA (Ketua Bidang Infokom MUI Sulsel)
Makassar,- Kemerdekaan adalah kata yang sarat makna. Dalam konteks bangsa, ia sering dimaknai sebagai terbebasnya suatu negeri dari penjajahan. Namun, Islam memandang kemerdekaan lebih luas, bukan sekadar lepas dari belenggu penjajah fisik, tetapi juga dari segala bentuk perbudakan spiritual, moral, dan intelektual.
Al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan merdeka—bebas dari penghambaan kepada sesama manusia, tetapi sepenuhnya mengabdi kepada Sang Pencipta. Sebagaimana firman-Nya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa kemerdekaan sejati adalah kebebasan yang mengarah pada penghambaan murni kepada Allah. Segala bentuk penjajahan, baik berupa kekuasaan tirani, ketidakadilan ekonomi, maupun penjajahan budaya yang merusak akhlak, sejatinya adalah bentuk perampasan hak kemerdekaan manusia.
Dalam perspektif Islam, kemerdekaan tidak berarti bebas tanpa batas. Kebebasan yang tidak dikendalikan akan berubah menjadi kesewenang-wenangan. Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa seorang mukmin sejati adalah yang mampu menahan diri dari perbuatan yang merugikan orang lain, baik dengan lisan maupun perbuatan. Di sinilah kemerdekaan menjadi sejalan dengan tanggung jawab moral.
Islam memandang kebebasan sebagai amanah. Hak kemerdekaan harus diiringi kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Artinya, merdeka bukan berarti bebas melanggar hukum, melainkan bebas untuk memilih kebaikan, menegakkan keadilan, dan menolak segala bentuk kezaliman.
Salah satu bentuk perbudakan yang sering luput dari perhatian adalah perbudakan terhadap hawa nafsu. Al-Qur’an memperingatkan bahwa orang yang memperturutkan hawa nafsu tanpa kendali ibarat menjadikan nafsunya sebagai tuhan (QS. Al-Jatsiyah [45]: 23). Dalam hal ini, Islam mengajarkan jihad terbesar dengan memerdekakan diri dari dominasi nafsu, keserakahan, dan egoisme yang merusak.
Ketika kemerdekaan diisi dengan nilai-nilai Islam seperti keadilan, kejujuran, kepedulian sosial, maka ia menjadi fondasi peradaban yang kokoh. Sejarah mencatat, Rasulullah ﷺ membebaskan Makkah tanpa dendam dan membangun masyarakat Madinah yang berlandaskan Piagam Madinah, mengakui hak dan kebebasan seluruh warga, termasuk yang berbeda agama.
Hari ini, kemerdekaan bangsa Indonesia ke 80 tahun, maka umat Muslim harus dimaknai sebagai kesempatan untuk membangun kedaulatan ilmu, ekonomi, dan budaya dengan spirit tauhid. Sebab, umat yang merdeka secara politik tetapi tergantung secara pemikiran dan ekonomi, sejatinya belum meraih kemerdekaan yang utuh.
Islam mengajarkan bahwa kemerdekaan adalah hak fitrah sekaligus amanah. Ia harus diisi dengan pengabdian kepada Allah, penghormatan terhadap martabat manusia, dan tanggung jawab sosial. Merdeka bukan berarti bebas tanpa batas, melainkan bebas untuk hidup dalam kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan. Inilah kemerdekaan hakiki yang diidamkan Islam, maka kemerdekaan yang memerdekakan dunia dan menenteramkan akhirat.Wallahu a’lam bissawab.
Irfan Suba Raya