TAKALAR, SULSEL – Kepercayaan publik terhadap institusi Polri kembali diuji. Kasus penipuan calon siswa (casis) Polri dan pemalsuan dokumen di Polres Takalar, Sulawesi Selatan, yang telah berjalan selama dua tahun, hingga kini belum menemui titik terang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas dan keadilan proses hukum di daerah tersebut.
Laporan anggota Polri dan seorang ibu Bhayangkari terkait dugaan pemalsuan dokumen yang diajukan sejak tahun 2023, hingga kini masih bergulir tanpa kejelasan. Kasus ini semakin rumit dengan munculnya laporan baru pada September 2024 terkait penipuan casis Polri. Kedua kasus ini seakan berjalan di tempat, menimbulkan kecemasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja Polres Takalar.
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Polres Takalar pun patut dipertanyakan. Moto Polri yang mengedepankan pelayanan, perlindungan, dan pengayoman masyarakat, terkesan hanya slogan belaka jika melihat lambannya penanganan kasus ini. Anggota Polri sendiri mengalami kesulitan mendapatkan keadilan, bagaimana dengan masyarakat awam yang tidak memiliki akses dan sumber daya yang memadai?
Kontras dengan lambannya penanganan kasus anggota Polri dan Bhayangkari, laporan seorang rentenir di Takalar justru ditindaklanjuti dengan cepat, hanya dalam waktu sekitar 6 bulan. Ironisnya, barang bukti yang diajukan hanya berupa selembar kuitansi yang keasliannya masih dipertanyakan. Laporan dugaan pemalsuan kuitansi tersebut bahkan telah dilaporkan ke Polda Sulsel sejak tahun 2023.
Sejumlah pihak, termasuk anggota Polri dan Bhayangkari, telah melaporkan rentenir tersebut ke berbagai instansi kepolisian, mulai dari tingkat Polsek hingga Polda Sulsel. Namun, proses hukum yang dijalani terkesan berbelit-belit dan tidak memberikan kepastian. Perbandingan kasus ini dengan kasus dugaan penipuan yang melibatkan rentenir tersebut semakin memperkuat dugaan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum di Polres Takalar.
Salah satu contoh yang menonjol adalah kasus Inisial HH (rentenir) yang dilaporkan atas dugaan penipuan, dan Inisial SW (Bhayangkari) yang melaporkan dugaan pemalsuan dengan barang bukti yang sama: satu lembar kuitansi. Kasus HH ditindaklanjuti hingga SW menjadi tersangka dan ditahan, sementara laporan SW justru dilimpahkan ke Polsek Galesong. SW bahkan sampai mengirim surat kepada Presiden RI, DPR RI, Kapolri, LPSK, dan Kompolnas RI pada tanggal 3 Maret 2025, namun justru ditangkap pada tanggal 6 Maret 2025 dalam keadaan lemah karena penyakit jantung.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas aparat penegak hukum (APH) di Polres Takalar dan Polda Sulsel. Terkesan ada perbedaan perlakuan antara laporan masyarakat biasa dan laporan yang melibatkan oknum tertentu. Konsep “presisi” yang digagas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menekankan prediktif, responsibilitas, transparansi, dan berkeadilan, tampaknya belum sepenuhnya terimplementasikan di Polres Takalar.
Lebih lanjut, kasus penipuan casis Polri tahun 2022 melibatkan dugaan pembayaran “panjar” di rumah seorang jenderal di Bontonompo, Gowa. Meskipun Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Zulham Effendi membantah hal tersebut, pernyataan kerabat korban yang menyebut pembayaran dilakukan di rumah seorang jenderal tetap menimbulkan tanda tanya.
Proses penyelidikan kasus ini masih terus berjalan. Kasi Propam Polres Takalar AKP Sri Muhammad Fajar menyatakan penyidik baru kembali dari Jakarta untuk memeriksa saksi, dan gelar perkara akan segera dilakukan. Kasat Reskrim Polres Takalar AKP Hatta juga menegaskan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan akan segera digelar perkara.
Berikut data laporan yang telah diterima:
- Laporan Ramli: LP/B/245/IX/2024/SPKT/POLRESTAKALAR/POLDASULAWESISELATAN (2 September 2024) – Dugaan penipuan/perbuatan curang.
- Laporan Aiptu Abd Malik: LP/B/164/VI/2023/SPKT/Polres Takalar Polda Sulawesi Selatan (26 Mei 2023) – Dugaan pemalsuan dokumen.
- Laporan Sri Wahyuni: STTLP/B/264/III/2023/SPKT/POLDASULSEL (23 Maret 2023) – Dugaan pemalsuan dokumen.
Ketiga laporan tersebut menunjuk HL sebagai terlapor. Kasus ini menjadi sorotan tajam, mengingatkan kembali pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri, sebagaimana ditekankan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.