oleh: Warka Syachbrani, Akademisi Akuntansi Sektor Publik UNM
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan baru-baru ini kembali mempromosikan sejumlah proyek potensial untuk menarik minat investor. Upaya ini tentu patut diapresiasi, mengingat investasi swasta dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus mengurangi ketergantungan pada belanja APBN dan APBD. Namun, dibalik optimisme itu terselip pertanyaan mendasar: apakah proyek-proyek tersebut nantinya dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dan transparansi akuntansi publik yang memadai? Tanpa dua hal tersebut, proyek yang sejatinya dimaksudkan mendorong pertumbuhan bisa saja berubah menjadi “white elephant project” — proyek besar yang mahal, tetapi minim manfaat, bahkan berpotensi menambah beban fiskal.
Risiko White Elephant Project
Istilah white elephant project mengacu pada proyek-proyek publik yang dibangun dengan biaya besar, namun gagal memberikan manfaat sepadan dengan investasi yang dikeluarkan. Di banyak daerah, fenomena ini tidak jarang ditemukan: gedung serbaguna yang mangkrak, kawasan industri yang sepi, hingga pelabuhan yang tidak termanfaatkan optimal. Penyebab utamanya sering kali bukan kurangnya dana, melainkan lemahnya tata kelola, minimnya transparansi dalam penganggaran dan pelaporan, serta tidak adanya analisis manfaat jangka panjang yang memadai.
Dalam konteks Sulawesi Selatan, proyek-proyek strategis seperti pengembangan kawasan pariwisata, infrastruktur logistik, dan kawasan industri hijau memang menjanjikan potensi besar. Namun jika tidak dikelola dengan sistem akuntansi publik yang transparan dan akuntabel, risiko beban fiskal justru lebih besar ketimbang manfaat ekonomi. Investor pun akan berpikir dua kali jika melihat jejak rekam daerah yang abai pada transparansi.
Transparansi sebagai Kunci Investasi
Bagi investor, baik domestik maupun asing, kepastian informasi adalah faktor krusial dalam pengambilan keputusan. Investor ingin memastikan bahwa dana yang ditanamkan dikelola dengan benar, digunakan sesuai tujuan, serta dapat dipantau secara terbuka. Di sinilah akuntansi sektor publik berperan: laporan keuangan pemerintah daerah bukan hanya sekedar kewajiban administratif, tetapi instrumen strategis untuk membangun kepercayaan pasar.
Transparansi akuntansi publik dapat diwujudkan melalui beberapa aspek. Pertama, keterbukaan dalam proses perencanaan dan penganggaran proyek, termasuk studi kelayakan yang berbasis data. Kedua, pelaporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, sehingga publik dapat menilai arus kas dan komitmen fiskal yang menyertainya. Ketiga, audit independen yang dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada penyimpangan.
Sulawesi Selatan yang ingin menggaet investor sebenarnya memiliki momentum besar jika mampu menunjukkan integritas fiskal. Laporan keuangan pemerintah daerah yang meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK harusnya dijadikan pijakan untuk memperluas keterbukaan, bukan hanya di atas kertas, tetapi juga dalam implementasi proyek-proyek besar.
Good Governance dan Keberlanjutan
Transparansi akuntansi proyek publik tidak bisa dilepaskan dari prinsip good governance. Ada tiga pilar yang perlu diperkuat: partisipasi, akuntabilitas, dan efektivitas. Pertama, partisipasi masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha pada tahap perencanaan. Dengan begitu, proyek benar-benar menjawab kebutuhan nyata, bukan hanya ambisi politis. Kedua, akuntabilitas yang mengharuskan setiap rupiah yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun lembaga pengawas. Terakhir, efektivitas dalam mengukur apakah proyek benar-benar memberikan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sepadan.
Tanpa ketiga pilar ini, proyek besar hanya akan menjadi catatan dalam dokumen anggaran, tanpa memberi kontribusi signifikan bagi pembangunan. Bahkan lebih buruk, ia bisa menggerus kapasitas fiskal daerah, mengalihkan dana yang seharusnya untuk layanan publik ke biaya pemeliharaan proyek yang tidak produktif.
Momentum Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan memiliki banyak keunggulan: posisi strategis sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, potensi besar di sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata, serta geliat ekonomi kreatif di Kota Makassar. Semua itu bisa menjadi magnet bagi investor. Tetapi magnet ini hanya bekerja jika pemerintah mampu menunjukkan rekam jejak tata kelola yang transparan.
Keterbukaan data fiskal, laporan keuangan yang dapat diakses publik, serta sistem monitoring proyek yang berbasis digital bisa menjadi langkah awal. Lebih jauh lagi, pemerintah perlu memastikan setiap proyek publik memiliki value for money yang jelas: apakah manfaat yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
Sebagai penutup, investasi swasta memang penting untuk menggerakkan pembangunan daerah, tetapi pondasinya haruslah tata kelola yang baik. Tanpa transparansi akuntansi publik, proyek yang dimaksudkan untuk menarik investor justru berisiko menjadi beban fiskal. Jika tata kelola diperkuat, proyek-proyek strategis tidak hanya akan berdiri megah, tetapi juga benar-benar menjadi mesin pertumbuhan yang berkelanjutan bagi daerah dan masyarakatnya.