MAKASSAR – Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam kasus dugaan korupsi tata niaga solar nonsubsidi di tubuh PT Pertamina Patra Niaga yang diduga melibatkan PT Vale Indonesia Tbk dengan menerima keuntungan tidak sah senilai Rp62,14 miliar dalam skema pembelian solar dengan harga di bawah bottom price dan harga pokok produksi (HPP) terus menuai polemik.
Institut Hukum Indonesia meminta aparat penegak hukum untuk tidak membiarkan dakwaan yang menyebut PT Vale Indonesia Tbk, diduga terlibat skandal solar murah tersebut.
“Penegak hukum tidak perlu menunggu laporan pidana. Informasi dugaan terjadinya kejahatan melanggar UU Migas tersebut harus ditindak lanjuti oleh pihak Kepolisian yang diamanahkan oleh UU Kepolisian selaku unsur penegak hukum,” tegas Pembina sekaligus Pendiri Institut Hukum Indonesia (IHI), Dr H Sulthani SH MH, Rabu, 14 Oktober 2025.
Menurut dia, sikap membiarkan PT Vale Indonesia Tbk tak diproses hukum meski sudah dinyatakan secara gamblang dalam dakwaan JPU, sama dengan membiarkan kejahatan dan sama saja sedang membangun sindikat kejahatan yang terorganisir. Artinya, sama dengan membangun kejahatan yang terstruktur, sistimatis dan masif, sehingga sangat merugikan rakyat pada umumnya.
Untuk itu, lanjut dia, pihak Kepolisian amat diharapkan pro aktif melaksanakan perintah Undang-undang. Jangan terkesan selalu menjadi bagian pembiaran kejahatan berlangsung masif yang tentu saja menghilangkan kepercayaan publik terhadap Polri karena diduga abai dan atau sengaja berpandangan subjektif terhadap dugaan kejahatan yang terjadi,” katanya.
Dugaan kejahatan distribusi solar subsidi untuk kepentingan rakyat tertentu ke pasar industri yang terlarang yang diduga melibatkan PT Vale Indonesia Tbk, lanjut dia, harus ditindak oleh aparat penegak hukum demi terwujudnya tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum,” katanya.