Sidrap, 12 April 2025 – Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, menyampaikan pidato kunci dalam Tabligh Akbar Nasional yang diselenggarakan oleh Wahdah Islamiyah di Masjid Agung Pangkajene, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, pada Sabtu, 12 April 2025, pukul 07.30 WITA. Acara ini berlangsung secara hybrid dan serentak di 38 provinsi se-Indonesia, serta turut dihadiri oleh Bupati Sidrap H. Syaharuddin Arif, S.IP, MM dan Ustaz Dr. K.H. Muh. Zaitun Rasmin, L.C., M.A., selaku Ketua Umum Wahdah Islamiyah.
Dalam pidatonya, Tamsil menekankan pentingnya mempererat ukhuwah atau persaudaraan di kalangan umat Muslim sebagai pondasi utama dalam menjaga persatuan nasional, khususnya dalam momentum Syawal. Ia menyoroti berbagai tantangan modern seperti ketimpangan sosial, keberagaman budaya dan agama yang rentan disalahpahami, serta lemahnya tata kelola pemerintahan yang masih diliputi praktik korupsi, sebagai hambatan serius bagi upaya memperkuat kesatuan bangsa.
Tabligh Akbar ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga ruang konsolidasi moral dan spiritual umat Islam dalam menanggapi dinamika zaman. “Kita tidak hanya perlu kuat secara politik dan ekonomi, tapi juga kokoh secara ruhani dan budaya. Di sinilah peran ukhuwah menjadi sangat vital,” ujar Tamsil di hadapan ribuan peserta yang hadir secara langsung maupun daring dari berbagai provinsi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Tamsil mengangkat nilai budaya Bugis “Resopa Temmangingngi”—sebuah filosofi tentang daya juang dan semangat kolaborasi dalam menghadapi kesulitan. Menurutnya, nilai ini sangat relevan jika diterapkan dalam sistem pemerintahan dengan mendorong pengambilan keputusan yang inklusif agar masyarakat merasa memiliki arah kebijakan, memperkuat kerja sama lintas sektor dalam menyelesaikan persoalan bangsa yang kompleks, serta meningkatkan keterlibatan aktif masyarakat dalam membangun kepercayaan sosial dan menyelesaikan konflik secara damai.
“Di tengah derasnya arus zaman, bangsa ini hanya akan bertahan bila warganya saling merangkul, bukan saling meninggalkan. Ukhuwah bukan semata ajaran, tapi kebutuhan peradaban,” tegas Tamsil.
Ia juga menyoroti kontribusi Asta Cita Presiden dalam memperkuat keadilan sosial melalui kebijakan pro-kemiskinan, investasi pada pendidikan dan kesehatan, serta dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif sebagai upaya nyata dalam mengurangi kesenjangan sosial.
“Kalau pemerintahan berjalan dengan prinsip-prinsip kebersamaan, maka keadilan sosial bukan hanya cita-cita, tapi kenyataan yang dirasakan sampai ke pelosok negeri,” ujar Tamsil, menutup pidatonya.
Di akhir acara, Tamsil mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjadikan nilai-nilai lokal dan nasional sebagai panduan dalam membangun Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan bersatu.