Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaNasional

Gagal Antisipasi Risiko Likuiditas, Tamsil Linrung Nilai Pemprov Sulsel Langgar Hak Daerah

11
×

Gagal Antisipasi Risiko Likuiditas, Tamsil Linrung Nilai Pemprov Sulsel Langgar Hak Daerah

Sebarkan artikel ini

JAKARTA,- Wakil Ketua DPD RI Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Tamsil Linrung, menyoroti hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait keterlambatan pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) kepada kabupaten/kota. Menurut Tamsil, keterlambatan ini mencerminkan kegagalan Pemprov dalam mengantisipasi risiko likuiditas, yang berpotensi melanggar hak konstitusional fiskal daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat-Daerah.

“Penundaan DBH bukan sekadar masalah teknis, tetapi pelanggaran terhadap asas legalitas pengelolaan keuangan negara. Kabupaten/kota berhak atas dana tersebut tepat waktu untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Keterlambatan ini juga berpotensi menjadi temuan audit BPK dan memicu sengketa antar-pemerintah daerah,” tegas Tamsil dalam pernyataannya, Jumat (30/5/2025).

Example 500x700

Pemprov Sulsel, melalui Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, Setiawan Aswad, sebelumnya menjelaskan bahwa keterlambatan pencairan DBH bukan karena penahanan dana, melainkan penyesuaian arus kas dan pengendalian fiskal. Setiawan menyebutkan bahwa DBH Triwulan I Tahun Anggaran 2025 senilai Rp222 miliar telah disalurkan sebagai wujud komitmen Pemprov.

Menurut Tamsil, keterlambatan ini dipicu oleh ketidaksesuaian antara penerimaan dan kewajiban pembayaran (mismatch in-out), yang dikategorikan sebagai risiko likuiditas dalam kerangka Asset-Liability Management (ALMA). Faktor utama meliputi musiman penerimaan pajak daerah, kewajiban transfer DBH pada jadwal tetap, belanja wajib seperti gaji ASN dan BOS, serta keterlambatan TKD dari pusat. Akibatnya, kabupaten hanya menerima sebagian kecil DBH 2024. Bahkan banyak DBH 2023 yang belum diselesaikan.

Keterlambatan ini memicu efek domino, termasuk gangguan stabilitas fiskal daerah, penundaan proyek infrastruktur, dan penurunan kepercayaan fiskal. “Kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah menjadi yang paling terdampak. Ini memperlebar kesenjangan fiskal antarwilayah,” ungkap Tamsil.

Solusi dan Rekomendasi
Tamsil mendesak Pemprov Sulsel segera membentuk Asset-Liability Committee (ALCO) melalui Keputusan Gubernur untuk mengelola arus kas secara proaktif. ALCO bertugas menyusun proyeksi kas mingguan, menetapkan buffer kas minimum, dan mengaktifkan pembiayaan jangka pendek seperti bridge loan atau repo surat berharga saat likuiditas rendah. “Transparansi juga krusial. Pemprov harus mempublikasikan Laporan Posisi Likuiditas setiap triwulan untuk menjaga kepercayaan publik dan DPRD,” tambahnya.

Untuk jangka panjang, Tamsil merekomendasikan reformasi perencanaan fiskal dengan pendekatan ALMA, termasuk menetapkan cadangan kas minimal 1,5 kali belanja mingguan dalam APBD dan mempercepat digitalisasi PAD untuk arus kas yang lebih stabil. “Pendekatan ini harus direplikasi ke kabupaten/kota agar keuangan daerah lebih resilien,” tutupnya.

Pemprov Sulsel menyatakan komitmen untuk menyelesaikan kekurangan DBH 2024 dan memastikan transfer 2025 sesuai ketentuan, sembari memperbaiki manajemen likuiditas untuk mencegah masalah serupa di masa depan.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *