Makassar, 25 Oktober 2025 — Sekolah Tinggi Filsafat Theologia (STFT) Indonesia Timur (INTIM) Makassar menggelar kegiatan Bedah Buku dua karya penting, yakni Teologi Publik W. J. Rumambi karya Pdt. Jhon Simon dan Menuju Gereja Ramah Demokrasi oleh GPIB, Sabtu (25/10).
Acara ini menghadirkan empat narasumber terkemuka: Pendeta Dr. Jhon Cristianto Simon, Pendeta Jeiry Sumampow, Pendeta Zakaria Ngelow, dan Prof. Dr. Fatmawati, S.Ag., M.Ag.
Dalam kegiatan yang berlangsung hangat dan reflektif itu, para pembicara menyoroti pentingnya peran agama di tengah dinamika demokrasi Indonesia.
Prof. Dr. Fatmawati, dalam pemaparannya bertajuk “Ritualitas dan Sosialitas: Wajah Ganda Agama dalam Demokrasi”, menekankan bahwa umat beragama perlu menyeimbangkan antara ritualitas ibadah dan tanggung jawab sosial.
“Agama tidak boleh hanya berdiam di masjid, gereja, atau rumah ibadah. Ia harus hadir di ruang publik, mengisi demokrasi dengan moralitas dan etika sosial,” ujar Fatmawati.
Melalui presentasi yang sangat reflektif, Fatmawati menegaskan bahwa kesalehan pribadi tidak selalu berbanding lurus dengan integritas publik. Ia mengingatkan bahwa ibadah yang tidak melahirkan kepedulian sosial hanyalah bentuk ritual tanpa makna. Ia juga menyoroti krisis demokrasi yang kerap kehilangan “jiwa” akibat polarisasi identitas, politik uang, dan pragmatisme kekuasaan.
Dalam paparannya, Fatmawati mengutip prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam seperti syura (musyawarah), ‘adl (keadilan), amanah (integritas), dan mas’uliyyah (akuntabilitas), yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi beretika. Menurutnya, demokrasi yang sehat harus berakar pada moralitas publik dan kemanusiaan universal, sebagaimana pesan QS. Al-Hujurat ayat 13 tentang pentingnya saling mengenal antarbangsa dan antarsuku.
Bedah buku ini juga menyoroti bagaimana Gereja Ramah Demokrasi menggambarkan transformasi Gereja dari sikap curiga terhadap demokrasi menuju keterlibatan moral yang konstruktif. Gereja, menurut para narasumber, seharusnya menjadi ruang etis bagi kasih, keadilan, dan kemanusiaan.
Kegiatan ini diakhiri dengan refleksi bersama bahwa agama dan demokrasi tidak perlu dipertentangkan, melainkan harus saling menguatkan dalam membangun tatanan sosial yang adil dan beradab.
“Kesalehan sejati bukan hanya sujud di masjid atau berdoa di gereja, tetapi juga berdiri untuk keadilan di tengah masyarakat,” tutup Fatmawati.
Irfan Suba Raya
















