Mamuju, Sulawesi Barat – Praktik sewenang-wenang yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan pembiayaan (leasing) dalam menarik paksa kendaraan dari tangan debitur tanpa melalui proses pengadilan kembali menuai sorotan. Kali ini, sorotan tajam datang dari Advokat Hasri, SH., MH., praktisi hukum di Sulawesi Barat sekaligus Founder Law Firm HJ BINTANG & PARTNERS.
Menurut Hasri, tindakan leasing yang menarik kendaraan debitur secara sepihak—terutama dengan melibatkan pihak ketiga seperti debt collector—merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hukum positif di Indonesia dan melanggar hak-hak konstitusional warga negara.
“Tidak ada satu pun ketentuan dalam hukum kita yang memberikan kewenangan eksekusi sepihak kepada perusahaan pembiayaan. Tindakan itu jelas merupakan perampasan hak milik yang bertentangan dengan prinsip due process of law. Tanpa adanya putusan pengadilan, penarikan kendaraan oleh leasing adalah tindakan melawan hukum,” tegas Hasri saat diwawancarai di Mamuju, Kamis (10/4/2025).
Lebih lanjut, Hasri merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang secara tegas menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan sukarela dari pihak debitur. Jika tidak ada penyerahan sukarela, maka jalur pengadilan adalah satu-satunya mekanisme yang sah menurut hukum.
“Penarikan paksa tanpa putusan pengadilan dan tanpa persetujuan sukarela adalah tindakan ilegal. Leasing atau debt collector tidak punya otoritas memaksa atau mengambil alih kendaraan debitur. Negara ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” ujar Hasri.
Ia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, khususnya Pasal 29, yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, kreditur hanya dapat melakukan eksekusi dengan dua cara: penyerahan sukarela atau melalui permohonan eksekusi ke pengadilan negeri.
Tak hanya itu, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018 juga mengatur bahwa tenaga penagihan wajib memiliki sertifikasi resmi, serta dilarang menggunakan kekerasan, ancaman, ataupun cara-cara yang mengintimidasi dalam proses penagihan.
“Namun fakta di lapangan berbeda. Banyak perusahaan leasing di Sulbar yang masih menggunakan jasa debt collector tanpa sertifikasi, bahkan kerap melakukan tindakan represif. Sudah banyak laporan masuk ke kami: kendaraan dirampas di jalan, pengemudi diteriaki, bahkan diancam. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran HAM,” kata Hasri.
Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, untuk tidak ragu menindak oknum debt collector maupun perusahaan pembiayaan yang melanggar ketentuan hukum. Menurutnya, tindakan semena-mena itu harus dilawan agar tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan perlindungan konsumen.
“Jika masyarakat mengalami penarikan kendaraan secara paksa tanpa prosedur hukum yang sah, jangan takut untuk melapor. Itu masuk kategori perampasan dan bisa diproses secara pidana. Kami di Law Firm HJ BINTANG & PARTNERS siap memberikan bantuan hukum dan perlindungan kepada masyarakat yang menjadi korban tindakan semena-mena leasing,” pungkas Hasri.