Oleh : H.Baidilllah Sahabuddin (Pengurus ICMI Sulsel dan Sekertaris Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Sulsel)
Makassar,muisulsel.or.id – Bali terpilih sebagai tuan rumah Silaturahmi Nasional dan Milad ke-35 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang digelar pada 5–7 Desember 2025. Momentum ini menjadi refleksi atas perjalanan panjang ICMI sebagai organisasi yang selama lebih dari tiga dekade telah melahirkan banyak cendekiawan muslim yang berperan aktif dalam pembangunan nasional.
ICMI lahir pada akhir 1990 atas prakarsa B. J. Habibie sebagai wadah konsolidasi intelektual muslim dari berbagai disiplin ilmu—mulai dari sains, teknologi, hukum, ekonomi, hingga sosial. Beberapa tokoh yang pernah memimpin dan berkiprah melalui ICMI antara lain Prof. Dr. H. Jimly Asshidiqie, S.H. (Ketua Umum 2015–2021), Prof. Dr. H. Arif Satria, M.Si. (Ketua Umum 2021–2026), serta Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. yang kini menjabat Menteri Agama RI.
Cita-Cita Besar ICMI
Sejak awal pendiriannya, ICMI mengemban tiga cita-cita utama:
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia muslim agar mampu bersaing di tingkat global.
- Mendorong keadilan sosial, pengentasan kemiskinan, dan pemerataan pendidikan.
- Menjadi pelopor pemikiran strategis berbasis Islam dan kebangsaan yang moderat, inklusif, dan produktif.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, ICMI mengembangkan berbagai program seperti seminar, pelatihan, penelitian, advokasi kebijakan publik, dan kegiatan sosial. Pemerintah bahkan menaruh harapan agar ICMI dapat membantu memutus akar kemiskinan, memberi dukungan pendidikan bagi anak putus sekolah, dan menginisiasi program bantuan pendidikan yang dapat diimplementasikan hingga ke tingkat organisasi wilayah (Orwil).
Relevansi ICMI di Tengah Tantangan Bangsa
Dalam konteks Indonesia yang menghadapi tantangan ketimpangan pendidikan, kemiskinan, serta dinamika sosial budaya, keberadaan ICMI semakin relevan. ICMI menggabungkan dua dimensi penting: keilmuan dan keislaman, serta kebangsaan dan kemasyarakatan. Karena itu, ICMI bukan hanya organisasi keagamaan, tetapi mitra strategis pembangunan nasional.
Namun demikian, tantangannya juga tidak kecil. Untuk merealisasikan cita-cita besarnya, ICMI perlu memperkuat penetrasi program hingga ke akar rumput,meningkatkan kapasitas anggotanya secara profesional dan moral,mencari model penguatan finansial organisasi dan memastikan program benar-benar menjangkau kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Sinergi ICMI dengan pemerintah, sektor swasta, kampus, dan komunitas juga menjadi kunci agar program tidak berhenti pada wacana, tetapi menghasilkan dampak nyata. Di tengah cita-cita membangun kualitas cendekiawan muslim, ICMI juga diharapkan mampu melahirkan ilmuwan kelas dunia—bahkan penerima Nobel—yang hingga kini belum diraih oleh cendekiawan Indonesia.
Penutup
Dengan segala potensi dan tantangan yang ada, ICMI tetap memegang peran penting dalam perjalanan bangsa. Jika konsisten mengupayakan lahirnya manusia muslim yang unggul, berintegritas, dan berdedikasi bagi kemajuan Indonesia, ICMI akan terus menjadi motor penggerak perubahan menuju bangsa yang lebih maju dan bermartabat—baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Irfan Suba Raya
















