Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Opini

Prabowo Membangun diatas Ilusi

20
×

Prabowo Membangun diatas Ilusi

Sebarkan artikel ini

*Anwar Abugaza* Penulis buku social media politica

Satu tahun memasuki pemerintahan Prabowo Subianto, arah perjalanan republik semakin tidak jelas: agenda besar dipasang tinggi, tetapi pijakan anggaran menapak pada tanah yang retak. 

Example 500x700

Pemerintah berbicara tentang swasembada pangan dan energi, program makan bergizi gratis, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta percepatan industrialisasi. Namun, publik mulai mempertanyakan: mampukah mesin negara membayar semua ambisi itu?

Badai pertama yang menguji kekuasaan hadir lewat realitas fiskal. Pemerintah terpaksa melakukan pemotongan anggaran nasional dalam skala besar untuk efisiensi belanja. Ini mengirim sinyal kuat bahwa ruang fiskal jauh lebih sempit dari yang dibayangkan. 

Kita memasuki periode politik ambisi besar, tetapi kemampuan finansial tampaknya tidak sejalan. Jika pemerintah tidak berhati-hati, kita bisa terjebak dalam pusaran ketidakseimbangan yang berujung pada tekanan sosial dan krisis kepercayaan publik.

Program makan bergizi gratis adalah contoh paling mencolok. Ide yang sangat mulia—tidak ada yang menolak masa depan generasi yang lebih sehat—tetapi implementasinya dipertanyakan. 

Tanpa infrastruktur distribusi yang rapi, tanpa pengawasan ketat, dan tanpa kesiapan data dasar, program ini rawan menjadi lahan pemborosan anggaran atau sekadar proyek politis yang riuh di slogan, buram di pelaksanaan dan inilah yang terjadi sekarang. 

Kita sedang mempertaruhkan uang publik dalam jumlah besar tanpa jaminan bahwa sistemnya cukup kuat untuk mengelolanya.

Persoalan lainnya adalah pembangunan IKN yang melambat dan mulai kehilangan daya tarik investor. Pemerintah boleh mengulang optimisme, tetapi fakta lapangan menunjukkan bahwa proyek ini bergerak jauh lebih pelan dibanding narasi resmi. 

Tidak heran muncul anggapan bahwa pemerintah mencoba menjaga jarak simbolik agar tidak terseret persepsi kegagalan awal.Terbukti Prabowo sampai saat ini tak pernah berkunjung langsung ke IKN. – Jika IKN berubah menjadi monumen ambisi kosong, sejarah akan mencatatnya sebagai pemborosan terbesar pasca-reformasi.

Di bidang politik, gaya pemerintah semakin menunjukkan sentralisasi kekuasaan. Keputusan strategis yang diambil top-down bisa membuat mesin birokrasi bergerak cepat, tetapi juga dapat meminggirkan ruang dialog demokratis. 

Kritik mudah dilabeli sebagai gangguan, bukan kontribusi. Dalam iklim seperti ini, risiko kekecewaan publik mengeras menjadi gejolak sosial sangat mungkin terjadi. Stabilitas bukan hanya tentang meredam suara publik, tetapi memastikan suara publik didengar sebelum meledak menjadi perlawanan. Publik dalam era hyperconnection saat ini mampu bergerak tanpa lembaga sekalipun.

Dalam konteks sosial-ekonomi, masyarakat menghadapi tekanan nyata: daya beli melemah, biaya hidup meningkat, lapangan kerja belum berkembang signifikan, dan ketimpangan wilayah tetap lebar. Di tengah situasi global yang tidak menentu, retorika pertumbuhan ekonomi tinggi terasa seperti mimpi yang lebih dekat ke podium pidato daripada ruang makan keluarga.

Akhirnya, pemerintahan Prabowo berada dalam paradoks: kekuatan politik yang besar justru menuntut akuntabilitas lebih besar. Ambisi besar bukan masalah, tetapi janji besar tanpa kemampuan eksekusi adalah bahaya. 

Keberhasilan pemerintahan ini tidak diukur dari seberapa keras pidato dilontarkan yang semua masalah bangsa terdengar sepeleh atau seberapa megah cita-cita diumumkan, melainkan dari seberapa nyata kehidupan rakyat membaik dalam kenyataan sehari-hari.

Indonesia tidak membutuhkan ilusi optimisme; Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang berani berkata jujur pada rakyat tentang batas kemampuan negara dan mengajak seluruh elemen bangsa bekerja dalam rasionalitas, bukan sekadar euforia politik.

Jika pemerintah gagal menempatkan transparansi dan perencanaan realistis sebagai fondasi, ambisi yang dipasang tinggi justru akan menabrak realitas keras. Kita bisa kehilangan momentum sejarah dan kembali masuk siklus kekecewaan nasional. Dan tanda itu telah terlihat saat peristiwa demo besar akhir Agustus kemarin.

Sejarah selalu berpihak pada seseorang—pada pemimpin yang berani memilih kenyataan di atas ilusi.

Prabowo sedang memegang kesempatan langka untuk menorehkan perubahan besar. Namun, tidak ada perubahan yang lahir dari slogan tanpa eksekusi, dan tidak ada eksekusi yang berhasil tanpa kejujuran serta keberanian menghadapi realitas apa adanya. Selama penyakit kronis bangsa ini yang bernama Jokowi tidak betul betul disingkirkan tak ada kenyakinan bangsa ini bisa lebih baik.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *