Oleh: Jumadi Al Bimawi
Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan momentum untuk mengenang kiprah kaum santri dalam membangun bangsa. Sejak dulu, santri hadir sebagai garda terdepan perjuangan, pengawal akhlak, dan pelopor perubahan sosial.
Di Sulawesi Selatan, salah satu sosok santri yang kini menjadi teladan nasional dan internasional adalah Anregurutta Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta sekaligus Menteri Agama RI dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto. Di tingkat dunia, beliau juga tercatat sebagai salah satu dari tujuh anggota Forum Yayasan Hadis yang berafiliasi dengan Kerajaan Arab Saudi.
KH. Nasaruddin Umar lahir pada 23 Juni 1959 di Ujung Bone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dari keluarga sederhana yang menanamkan nilai-nilai keislaman sejak dini. Sebagai santri, beliau menempuh pendidikan di madrasah dan pesantren, kemudian melanjutkan hingga jenjang perguruan tinggi dan meraih gelar Profesor. Perjalanan hidupnya membuktikan bahwa santri mampu bersaing di tingkat nasional bahkan internasional tanpa kehilangan akar tradisi pesantren.
Kiprah Anregurutta begitu luas — sebagai akademisi, penulis, pendidik, pemimpin, hingga tokoh agama yang moderat. Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal dan Menteri Agama, beliau konsisten menebarkan pesan Islam rahmatan lil ‘alamin, mengajak umat menjaga toleransi, persaudaraan, dan kebinekaan. Gagasannya menjadi cermin bahwa santri bukan hanya ahli kitab kuning, tetapi juga agen peradaban yang mampu menjawab tantangan global masa kini dan masa depan.
Dalam konteks Hari Santri, sosok Sang Profesor memberi teladan bahwa menjadi santri bukan berarti eksklusif, tetapi inklusif — terbuka terhadap ilmu pengetahuan modern, teknologi, serta isu-isu kebangsaan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.”
(QS. Ali Imran: 104)
Ayat ini menggambarkan misi luhur santri menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Keteladanan sang Kiai menunjukkan bahwa santri memiliki kontribusi nyata bagi bangsa. Dari tanah Bone, beliau melangkah ke panggung nasional dan internasional, membawa nama baik pesantren dan negeri. Generasi muda kini dapat belajar darinya tentang integritas dan jati diri santri: menguasai ilmu agama, sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Momentum 22 Oktober menjadi pengingat bahwa santri adalah kekuatan moral dan intelektual bangsa. Dari pesantren hingga Masjid Istiqlal — bahkan ke Kementerian Agama RI — jejak perjuangan Anregurutta Prof. Nasaruddin Umar menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk menjaga keutuhan NKRI dan mewujudkan Indonesia yang damai, maju, adil, dan sejahtera menuju Indonesia Emas 2045.
Profil Penulis:
Jumadi Al Bimawi adalah akademisi dan penulis yang aktif mengangkat isu pendidikan, sosial, dan keagamaan. Gagasannya kerap hadir di media massa dan jurnal ilmiah. Selain mengajar, ia juga terlibat dalam kegiatan dakwah dan sosial, dengan fokus pada penguatan karakter serta pendidikan yang berakar pada nilai-nilai lokal dan spiritual.
Irfan Suba Raya